Suatu ketika aku pernah mendengar percakapan dua orang perempuan. Sebut saja yang mendengarkan cerita itu namanya Acha, dan yang sedang bercerita adalah Dira. Dira berkata kepada Acha, “Cha, gue lagi suka sama someone, tapi ketemu juga jarang. Gimana caranya ya?” Dan Acha pun menjawabnya dengan tangkas, “Mana ada kesempatan! Ketemu juga nggak!” Dan dengan refleks aku menoleh kearah mereka. “Mana ada kesempatan!”, begitulah pendapat Acha.
Apa cinta hanya butuh kesempatan? Kenapa kesempatan tak pernah berbaik hati ketika rasa mempunyai berjuta harap?
Sedikit aku membenarkan ucapan Acha, namun hati… apa ia mau kalah? Aku pernah mengadukan logika dengan perasaan, tapi perasaan selalu menuntut untuk menjadi pemenang. Dan aku jua pernah mengalah pada logika, namun aku iba pada hati. Dan siapa yang peduli?
Suatu ketika aku-pun mengalami sesuatu yang sama seperti Dira, dan sebaris kalimat Acha selalu membayangiku. “Mana ada kesempatan! Ketemu juga nggak!” Ah, aku hafal benar. Namun berhari-hari rasa tetap mengusik jiwaku, hingga di penghujung tahun-pun tetap sama, takkan pernah hilang. Dan aku menjadi hobi membaca berjilid-jilid teori, quote, atau menanyai temanku satu persatu. Kemudian beberapa jawaban-pun terpaparkan:
“Cinta adalah proses, dan dalam proses itu terkadang kita hanya membutuhkan kesempatan, atau kebersamaan yang sering!”
“Cinta akan tumbuh karena terbiasa!”
“Cinta tak harus memiliki!”
Dan seterusnya…
Ah, tapi mengertikah hati? Ia hanya idealis seperti prinsip, egois seperti watak, dan takkan pernah mau tau. Namun aku tetap harus memberikan pengertian pada hati, dan sewaktu-waktu mengalah saja pada logika, berpikiran logis seperti Acha, lalu mengemasi perasaan dengan tenang. Namun seringkali aku masih mengingat jawaban teman-temanku yang terpaparkan.
“Cinta adalah anugerah!”
“Jodoh udah ada yang ngatur!”
“Cinta sejati ibarat kutub magnet N & S, di manapun saja dua hati itu berada, satu sama lainnya akan saling tarik menarik. Itulah THE POWER OF LOVE!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar